Angin Bersyair - Andrei Aksana

Hari Sabtu minggu lalu gw ke Gramedia, Citraland. Gw merasa belakangan ini Gramedia rame banget. Setelah ngalor ngidul nyari buku, gw merasa tertarik dengan salah satu buku dari Andrei Aksana yang berjudul Angin Bersyair.



Biasanya kalau bukunya Andrei Aksana itu kesannya glamour ya. Mengisahkan kehidupan manusia di kota besar dengan segala permasalahannya. Tetapi Angin Bersyair berbeda. Buku ini merupakan bukti dari metamorfosis seorang Andrei Aksana menjadi seorang penulis yang begitu matang dan dewasa. Buku ini sederhana, tetapi bermakna dan penuh dengan filosofi kehidupan. Tidak menonjolkan kemewahan namun terasa indah dan tidak biasa walaupun endingnya mungkin tidak bisa memuaskan semua orang. Pada awalnya pun gw merasa tidak puas dengan endingnya, tetapi setelah gw baca ulang untuk bagian endingnya, gw menemukan bahwa ending dari buku ini sangat menyentuh.

"Bukan kehilangan yang membuatmu bersedih, tetapi mengembalikan semua yang sebetulnya tidak pernah kamu miliki."

Seperti buku Andrei Aksana pada umumnya, diksi puitisnya sangat terasa. Bersama Sukma, seorang perempuan simpanan dari arsitek ternama ibu kota yang mencari pelarian di suatu tempat di Bali bernama Ubud, kita diajak mengalir dengan puisi dan semilir angin menyusuri jejak Ubud yang penuh sejarah dan kebudayaan. Karena buku ini, sekali lagi gw jatuh cinta kepada Bali, salah satu pulau di Indonesia yang gw banggakan karena keindahan panorama. Karena buku ini, sekali lagi gw merindukan Bali dan kebudayaannya yang sangat kental.

Tidak banyak percakapan di buku ini. Tetapi terasa sekali pergolakan batin tokoh utamanya. Seperti angin yang tidak terlihat namun terasa. Karya sastra yang mengisi diri pembacanya dengan romantisme Bali yang sarat akan filosofi hidup dalam setiap ritme kehidupan masyarakat Bali. Tulisan sederhana yang terasa menggigit dengan kesunyian di dalamnya. Bahwa bahagia tidak selalu memiliki. Terkadang bahagia adalah ketika kita melepaskan.

"Sunyi tak pernah punya tepi. Kita hanya perlu belajar memaknai keheningan."

Comments